Labuhanbatu Selatan,Buserfaktapendidikan.com
Peristiwa kekerasan yang sangat mencengangkan terjadi di PT ABM Labuhan Selatan (Labusel). Di mana tiga orang yang tertangkap atas tuduhan mencuri brondolan kelapa sawit (sisa tanaman) di kebun perusahaan PT ABM yang diperlakukan penyiksaan oleh oknum TNI secara secara brutal yang diduga menjadi algojo PT. ABM.
Para korban yang hanya mengambil sekitar 15 kg brondolan kelapa sawit yang berjatuhan tersebut disiksa tanpa ampun oleh pihak keamanan perusahaan yang merupakan bagian dari BKO (Bantuan Kendali Operasional), yang diduga atas perintah langsung dari manajer PT ABM.
Kejadian ini menjadi sorotan serius masyarakat, terutama karena keterlibatan oknum TNI yang bertugas di lokasi sebagai pengaman, yang dikatakan turut melakukan ancaman dengan senjata api. 26 Desember 2024
Insiden ini bermula pada malam 26 Desember 2024 di Dusun 8 Saikalam, Kampung Rakyat, Desa Telok Panji, Kecamatan Rakyat, Labuhanbatu Selatan. Tiga orang yang sedang mengumpulkan brondolan dipergoki oleh pihak keamanan dan kemudian dipaksa untuk menerima siksaan fisik yang luar biasa kejam dan tidak manusiawi.
Menurut pengakuan para korban, mereka dipukuli dengan alat yang terbuat dari plastik padat selama lebih dari dua jam tanpa henti. Tidak hanya itu, salah seorang oknum TNI yang bertugas di lokasi dilaporkan mengancam dengan berkata, “Kita dor aja, kita tempel,” sembari mengarahkan senapan ke arah mereka. Ancaman tersebut menambah ketakutan yang dirasakan para korban.
Manajer PT ABM Labusel Diduga Memerintahkan oknum TNI melakukan Penyiksaan
Penyiksaan ini diduga terjadi atas instruksi langsung dari manajer PT ABM Labusel. Dalam laporan yang diterima, pihak perusahaan tidak hanya gagal memberikan perlindungan terhadap pekerjanya, tetapi juga tidak memberi tahu keluarga korban mengenai nasib anak mereka setelah kejadian tersebut.
Keluarga korban baru mengetahui kejadian tersebut setelah beberapa lama, juga menambah kesan, bahwa pihak perusahaan lebih mementingkan tindakan kekerasan ketimbang melakukan dialog atau tindakan yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Pelanggaran Berat Oleh Oknum TNI dan Juga Digaji Negara Menjadi Algojo di Perusahaan
Keterlibatan oknum TNI dalam peristiwa ini semakin memperburuk keadaan. Anggota TNI yang ditugaskan di PT ABM Labusel dilaporkan terlibat langsung dalam penyiksaan dan ancaman kepada para korban, yang jelas melanggar Undang-undang yang mengatur peran anggota TNI di luar tugas Militer.
Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004, anggota TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis atau bertindak sebagai "centeng" di perusahaan. Tindakan oknum TNI ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap keberadaan mereka di perusahaan perlu diperketat, serta harus ada sanksi tegas bagi mereka yang melanggar aturan
Mediasi yang Gagal dan Langkah Hukum yang Ditempuh
Setelah peristiwa tersebut, korban menyerahkan masalah itu melalui kuasa hukum mereka, Jerlinto Simanjuntak SH, mencoba melakukan mediasi ke pihak PT ABM. Dalam mediasi pertama, pihak perusahaan diketahui telah mengakui kesalahan mereka dan bersedia untuk memenuhi tuntutan korban.
Namun, karena tidak ada solusi yang memadai, keluarga korban bersama dengan pengacaranya memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum dan melapor ke Polres serta Denpom Labuhanbatu. Mereka bertekad untuk menuntut keadilan dan memastikan bahwa para pelaku, baik itu dari pihak perusahaan maupun oknum TNI, bertanggung jawab atas tindak kekerasan tersebut.
Meningkatkan Pengawasan dan Penegakan Hukum
Kasus ini membuka kembali wacana mengenai pentingnya pengawasan ketat terhadap tindakan oknum yang terlibat dalam kegiatan bisnis, khususnya dalam hal ini keberadaan oknum TNI di sektor swasta. Keberadaan mereka seharusnya tidak menciptakan situasi di mana warga sipil atau pekerja menjadi korban kekerasan semacam ini. PT ABM juga harus bertanggung jawab penuh atas kejadian ini, baik dari segi perlindungan pekerja, maupun atas tindakan yang dilakukan anak buah mereka.
Tuntutan Keberlanjutan dan Kejelasan Hukum
Keluarga korban dan pengacara mereka kini menunggu proses hukum yang lebih jelas dan transparan. Mereka berharap agar kejadian ini bisa membuka mata masyarakat dan pemerintah mengenai pentingnya melindungi hak asasi manusia di tempat kerja, serta menghapus praktik kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan yang masih terjadi di sejumlah sektor.
Dengan kasus ini, diharapkan ada perubahan dalam penegakan hukum di lingkungan perusahaan dan pengawasan terhadap keterlibatan pihak militer dalam bisnis yang melanggar peraturan. (Tim Reraksi)